Wilayah Ambalat adalah salah satu hotspot di perbatasan yang kerap menimbulkan tensi tinggi antara Indonesia dan Malaysia. Selain potensi gesekan di perairan, adanya gesekan yang menyangkut ruang udara juga potensial terjadi, sebut saja TNI AU beberapa kali pernah menyiapkan flight jet pemburu F-16 Fighting Falcon dan Sukhoi Su-27/Su-30 di Lanud Tarakan sebagai pangkalan aju bagi jet tempur TNI AU untuk menjangkau area Ambalat.
Di tiap wilayah di perbatasan, apalagi yang punya potensi konflik tinggi sudah lumrah bila didukung pantauan udara lewat perangkat radar (radio detecting and ranging). Dan, menyangkut palang pintu utara corong tengah Alur Laut Indonesia mendapat perhatian khusus dari Kohanudnas (Komando Pertahahan Udara Nasional). Meski tak ada penempatan skadron tempur di area Tarakan dan Ambalat, namun ruang udara di sekitarnya telah terpantau oleh Satuan Radar (Satrad) 225 yang berbasis di Tarakan, Kalimantan Timur. Peran Satrad 225 tak hanya memberi Early Warning (EW), tetapi juga membawa peran taktis sebagai Ground Controlled Interception (GCI), yakni deteksi dini dan pengendalian langkap intersepsi pesawat tempur sergap, alias menuntun jet pemburu ke posisi black flight.
Uniknya, radar yang dioperasikan Satrad 225 Tarakan, punya jenis serupa dengan radar di Satrad 224 di Kwandang, Gorontalo Utara dan Satrad 223 di Balikpapan, Kalimantan Timur. Khusus Satrad 224 punya tugas yang hampir mirip dengan Satrad 225, yakni mengawasi corong tengah Alur Laut Indonesia yang berada di kawasan Utara. Bedanya, bila Satrad 225 Tarakan cakupan (coverage) jangkauan radarnya lebih banyak bersinggungan dengan Malaysia, maka Satrad 224 Kwandang lebih banyak bersinggungan dengan coverage wilayah batas laut Filipina bagian selatan. Wilayah operasi satrad 225 Tarakan berupa garis tengah imaginer dengan garis tengah lebih kurang 940 Km, 2/3 bagian adalah di wilayah udara Nasional Indonesia, sedangkan 1/3 bagian masuk ke wilayah udara Malaysia dan wilayah udara Filipina Selatan.
Sementara Satrad 223 Balikpapan lebih punya peran memantau ruang udara di lokasi obyek vital (obvit) berada, serta mengawasi kondisi udara di sekitar Selat Makassar yang memisahkan antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Maklum sebagai alut laut, kawasan ini banyak dilintasi kapal-kapal asing. Sebagai info tambahan, wilayah corong tengah akrab juga disebut sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II).
Melihat kondisi diatas, sudah barang tentu ketiga Satrad di poros Balipapan, Tarakan, dan Kwandang multlak di dukung perangkat radar yang memadai. Nah, untuk jenis radar yang digunakan ketiga Satrad adalah AR 325 Commander buatan Plessey, Inggris. Radar ini pada dasarnya merupakan Radar Early Warning (EW) dengan Primary dan Secondary Radar. Radar Primary menggunakan TWT dengan jarak jangkau 25 – 470 km, sedangkan Secondary Radar memiliki jarak jangkau 0 – 470 km. Sementara ketinggian sapuan radar mencapai 18.000 meter.
Primary Surveilance Radar (PSR) mampu mendeteksi sasaran di udara sejauh mungkin di wilayah udara nasional dengan memancarkan gelombang elektromagnetis dan memanfaatkan signal echo yang dipantulkan sasaran dan diproses sampai menjadi data tampilan dari sasaran yang ditangkap. Sementara Secondary Surveilance Radar (SSR) mampu mendeteksi sasaran di udara bagi pesawat udara yang menggunakan transponder.
Radar Plessy AR 325 Commander bukanlah jenis baru seperti halnya radar Master T buatan Thales. AR 325 Commander mulai di install pada periode tahun 1992 – 1993. Salah satu fitur yang dimiliki radar AR 325 Commander adalah target scanning melalui perputaran antena yang dikendalikan oleh drive system. Drive system terdiri dari motor dan reduction gear serta membutuhkan suplai bahan bakar yang relatif besar. Proses target scanning dilakukan untuk memperoleh informasi penerbangan seperti range, azimuth, elevation, dan informasi lain yang berdekatan. Parameter-paremeter tersebut merupakan syarat mutlak untuk mendeteksi keberadaan pesawat terbang, baik pesawat komersial maupun pesawat militer. Dengan adanya data-data penerbangan yang akurat, keberadaan suatu pesawat di udara akan mudah diamati secara cermat sehingga dapat memudahkan dalam penentukan tindakan militer yang tepat maupun pengaturan lalu lintas udara.
Untuk meningkatkan kemampuan operasi Satrad 223 Balikpapan maka pada bulan Juni 1993 telah diinstalasi peralatan Multi-Role Operation Cabin (MROC) yang digunakan sebagai sarana GCI yang diintegrasi dengan 3 (tiga) Radar EW di Kwandang, radar EW Balikpapan, Radar EW Tarakan dan Basic SOC (Sector Operation Center) di Makassar.
Spesifikasi radar Plessey AR 325 Commander
– Frekuensi operasional : 2 -3Ghz
– Jumlah frekuensi : 32
– Jumlah beam : 9
– Gain antena : 41,8 dB
– Azimuth beamwidth : 1,4 derajat
– Elevation beamwidth : 1,5 – 3,5 derajat
– Kisaran jarak jangkau : 25 – 470 km
– Kisaran sudut elevasi : 0 – 20 derajat
– Kecepatan rotasi antena : 6 rpm
– Frekuensi operasional : 2 -3Ghz
– Jumlah frekuensi : 32
– Jumlah beam : 9
– Gain antena : 41,8 dB
– Azimuth beamwidth : 1,4 derajat
– Elevation beamwidth : 1,5 – 3,5 derajat
– Kisaran jarak jangkau : 25 – 470 km
– Kisaran sudut elevasi : 0 – 20 derajat
– Kecepatan rotasi antena : 6 rpm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar