Bagi yang melihatnya, pesawat ini menyiratkan kesan pesawat baling-baling yang sederhana. Desainnya cenderung mengarah ke rancangan pesawat latih mula bagi kadet penerbang. Tapi jangan salah, reputasi pesawat yang bentuknya ‘culun’ ini cukup mendunia. Di babak awal Perang Korea dan Vietnam, militer AS banyak mengandalkan pesawat ini sebagai FAC (forward air control) untuk mengarahkan serangan lanjutan dari elemen CAS (close air support). Inilah Cessna L-19 atau kondang dengan identitas Cessna O-1 Bird Dog.
Sebagai negara yang lumayan dekat dengan AS, Indonesia pun sempat mengoperasikan Bird Dog. Mengutip informasi dari Wikipedia.com, pada tahun 1963 Detasemen Penerbad TNI AD menerima dua unit Cessna L-19 Bird Dog lewat US Military Assistant Program. Hadir dalam masa pergolakan di dalam negeri, setahun sejak diterima, yakni pada tahun 1964, pesawat ini sudah diterjunkan dalam Operasi Kilat untuk menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Meski kodratnya, Bird Dog sebagai observation aircraft, namun TNI juga menggunakan pesawat ini melakukan tembakan udara.
Mengenai bantuan tembakan udara, jangan bayangkan yang ‘berat-berat,’ karena bobot pesawat hanya 700-an Kg, tembakan yang dilancarkan sebatas dari senapan serbu AK-47 dan stengun. Bagi Sintong Panjaitan, perwira senior TNI AD yang berperan penting dalam Operasi Woyla, pada awal karirnya pernah menjatuhkan peluru mortir 60 mm kea rah perkubuan lawan dalam Operasi Kilat. Saat itu, Sintong Panjaitan masih menyandang taruna Akademi Militer Nasional (AMN) tingkat akhir.
Meski dalam spesifikasinya tak disebutkan bisa membawa senjata, tapi saat digunakan AS dalam Perang Vietnam Bird Dog sering terlihat dibekali senjata, yakni berupa roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) di bawah kedua sayap. Dengan bekal FFAR, pesawat ini dapat melakukan dukungan tembakan ke permukaan secara terbatas. Di kancah Perang Vietnam, Bird Dog mulai digunakan sejak tahun 1962, karena lamban dalam hal kecepatan, pesawat ini lumayan banyak berhasil dijatuhkan pasukan Vietnam Utara. Tercatat 469 Bird Dog yang dioperasikan US Army, USMC (United State Marine Corps) dan US Air Force hancur dalam perang Vietnam. Belum lagi Bird Dog yang dioperasikan kubu Vietnam Selatan. Umumnya pesawat ini hancur akibat terjangan rudal panggul SAM (surface to air missile). Kiprah O-1 Bird Dog kemudian digantikan Cessna O-2 Skymaster dan OV-10 Bronco.
Dari sejarahnya, pesawat ini dirancang pasca Perang Dunia II, Cessna melakukan uji terbang perdana pesawat ini pada 14 Desember 1949, dan resmi diperkenalkan ke publik pada tahun 1950. Karena saat itu sedang bergejolak Perang Korea, Bird Dog pun cukup aktif beroperasi dalam konflik salama periode 1950 – 1953. Pihak pemesan perdana, yakni AD AS, awalnya membutuhkan tipe pesawat yang dapat digunakan untuk memantau dan menyesuaikan arah tembakan dari artileri di permukaan.
Syarat yang diajukan AD AS untuk kebutuhan tersebut, pesawat harus bermesin tunggal, diawaki dua orang kru, punya bobot ringan, komponen all metal, mudah dalam pemeliharaan, dan dapat beroperasi STOL (short take off and landing). Tidak ada informasi sampai kapan Puspenerbad TNI AD menggunakan pesawat ini, ada yang menyebut Bird Dog masih digunakan TNI AD hingga tahun 1987.
Untungnya kejayaan Bird Dog masih dilestarikan, sekarang monumenya dapat dilihat satu unit di pasang di depan markas PusdikPenerbad, satu unit lainnya ada di SMK Penerbangan di semarang dengan cat putih dan biru muda. Sementara AS terakhir mengoperasikan Bird Dog pada tahun 1974. Populasi pesawat ini total mencapai 3.431 unit dengan puluhan negara sebagai operatornya. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Cessna L-19/O-1 Bird Dog
– Crew: one/two
– Length: 7,88 meter
– Wingspan: 10,97 meter
– Height: 2,23 meter
– Empty weight: 734 kg
– Max. takeoff weight: 1.105 kg
– Powerplant: 1 × Continental O-470-11 flat six piston, 213 hp (159 kw)
– Maximum speed: 185 km/hours
– Cruise speed: 167 km/hours
– Range: 853 km
– Service ceiling: 5.640 meter
– Rate of climb: 5,8 m/seconds
– Take-off distance to (15 m): 170 meter
– Landing distance from 50 (15 m): 180 meter
– Crew: one/two
– Length: 7,88 meter
– Wingspan: 10,97 meter
– Height: 2,23 meter
– Empty weight: 734 kg
– Max. takeoff weight: 1.105 kg
– Powerplant: 1 × Continental O-470-11 flat six piston, 213 hp (159 kw)
– Maximum speed: 185 km/hours
– Cruise speed: 167 km/hours
– Range: 853 km
– Service ceiling: 5.640 meter
– Rate of climb: 5,8 m/seconds
– Take-off distance to (15 m): 170 meter
– Landing distance from 50 (15 m): 180 meter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar