Mengembalikan taring sebagai “Macan Asia” dalam tempo relatif singkat tentu bukan pekerjaan mudah, apalagi dengan kondisi pendanaan yang relatif memadai namun ngepas. Bila dicermati untuk pengadaan alutsista TNI AL, secara umum telah sesuai spesifikasi untuk membawa TNI AL ke arah green water navy.
Hanya saja patut dicermati proses pengadaan alutsista kadang memakan waktu yang berlarut-larut, sebagai contoh rumitnya proses pembelian kapal selam hingga akhirnya diputuskan membeli 3 unit Changbogo Class. Lamanya proses negosiasi tersebut menjadikan kekuatan Siluman Bawah Laut TNI AL masih merana dan terbelakang di banding Malaysia, Singapura, dan Australia.
Bila negara tetangga sudah menikmati laju frigat modern, maka TNI AL pun masih dalam status memanti rampungnya frigat/PKR (Perusak Kawal Rudal) SIGMA 10514. Setelah nanti kapal datang pun, belum ada jaminan spesifikasi senjata yang diusung bakal sesuai rencana awal. Sementara, saat ini Singapura, Malaysia dan Australia sudah mengoperasikan kelas kapal frigat. Dewasa ini, kekuatan pemukul TNI AL masih dipercayakan pada kapal di kelas korvet tanpa kehadiran kanon reaksi cepat model CIWS (Close In Weapon System). Adanya rudal jelajah supersonic Yokhont buatan Rusia di frigat Van Speijk memang mampu memberi efek getar, namun harus diakui efek getarnya terasa hambar, pasalnya hanya satu jenis Van Speijk TNI AL (KRI Oswald Siahaan 354) yang dipasangi rudal tersebut.
Menyadari kondisi geografis sebagai negara kepulaan terbesar di Dunia, TNI AL juga nampak menggenjot keberadaan armada kapal patroli dan armada kapal cepat. Guna menambah gigi, Satuan Kapal Cepat TNI AL akan kedatangan 16 unit KCR60, 16 unit KCR40, dan 4 unit KCR Klewang Class yang sudah di order. Tumpuan kekuatan kapal cepat kini bersandar pada 14 unit armada FPB-57 dan 4 unit KCR Mandau Class. Namun, karena alasan efisiensi penggunaan BBM, hanya Mandau Class buatan Korea Selatan yang layak menyandang kapal cepat sejati. Pasalnya jenis kapal FPB-57, KCR40, dan KCR60 dengan mesin diesel ‘standar’ hanya sanggup memacu kecepatan maksimum 30 knot. Sementara standar kapal cepat idealnya mampu ngebut antara 30 – 40 knot.
Pekerjaan rumah masih terbentang luas, setelah kapal-kapal baru TNI AL meluncur, masih ada tahapan untuk melengkapinya dengan sistem senjata, sistem sensor dan radar agar kapal benar-benar siap dan layak tempur. Tak sekedar kapal asal jadi yang hanya ditakuti para pencuri ikan. Dan kembali ke judul tulisan, kesemua aktivitas terkait alutsista secara langsung terkait dengan proses pengadaan yang harus transparan dan berkualitas.
Procurement Alutsista Libatkan Banyak Pihak
Ada banyak institusi yang dilibatkan dalam pengadaan alutsista TNI. Pihak-pihak tersebut terbagi menjadi organisasi induk, tim evaluasi spesifikasi teknis, panitia pengadaan, tim evaluasi pengadaan dan tim perumus kontrak. Organisasi induk beranggotakan Menteri Pertahanan, Sekjen Kemhan, Panglima TNI dan tiga Kepala Staf Angkatan. Secara umum, organisasi ini memiliki tugas menentukan kebijakan program pengadaan dan rencana kebutuhan alutsista, monitoring dan proses pengadaan alutsista TNI tersebut.
Ada banyak institusi yang dilibatkan dalam pengadaan alutsista TNI. Pihak-pihak tersebut terbagi menjadi organisasi induk, tim evaluasi spesifikasi teknis, panitia pengadaan, tim evaluasi pengadaan dan tim perumus kontrak. Organisasi induk beranggotakan Menteri Pertahanan, Sekjen Kemhan, Panglima TNI dan tiga Kepala Staf Angkatan. Secara umum, organisasi ini memiliki tugas menentukan kebijakan program pengadaan dan rencana kebutuhan alutsista, monitoring dan proses pengadaan alutsista TNI tersebut.
Untuk pengawasan dilakukan oleh pihak Irjen Kemhan, Irjen TNI, Dirjen Strategi Pertahanan dan Dirjen Perencanaan Pertahanan. Adapun pejabat pembuat komitmen dilakukan Kepala Badan Sarana Pertahanan, Mabes TNI dan tiga Kepala Staf Angkatan. Jadi dengan melibatkan banyak pihak, maka sangat kecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anggaran dalam pengadaan alutsista TNI. Selain pihak internal Kemhan dan TNI, pihak-pihak lain seperti Kementerian Keuangan, Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) juga dilibatkan untuk senantiasa berkoordinasi dalam proses pengadaan alutsista. (Haryo Adjie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar