Debut KRI Banjarmasin 592 dalam mendukung operasi pembebasan kapal MV Sinar Kudus yang dibajak perompak Somalia tahun 2011, dan aksi KRI Banda Aceh 593 yang menjadi kapal markas dalam misi evakuasi pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata, nyatanya memang memukau. Dengan basis LPD (landing platform dock), kapal angkut bertonase besar buatan PT PAL ini mampu mengambil peran yang sangat strategis guna mendukung operasi militer dan operasi militer bukan perang.
Dengan deck yang lapang, bahkan cukup besar, LPD yang cetak birunya dari Korea Selatan ini dapat menampung sampai 3 helikopter, ada hangar, dan mampu men-deploy pasukan amfibi berserta aneka ranpur, ditambah wahana LCU (landing craft utility) dan LCVP (landing craft vehicle personnel) dalam misi pendaratan tempur. Melihat performa yang maksimal dari armada LPD TNI AL, rupanya menarik hati AL Filipina. Dan setelah melewati beberapa tahap dan kompetisi, akhirnya Kementerian Pertahanan Filipina resmi memesan 2 unit kapal sekelas LPD dari PT PAL, dengan nilai kontrak US$90 juta.
First cutting steel, atau pemotongan plat baja pertama untuk proses pembangunan kapal pesanan Filipina ini telah dilakukan 22 Januri 2015 di galangan PT PAL, Surabaya – Jawa Timur. Meski dari segi platform mengacu pada LPD Makassar Class, namun kedua kapal pesanan Filipina ini diberi label SSV (Strategic Sealift Vessel). SSV sejatinya adalah hasil pengembangan dari LPD-125 buatan Busan, Korea Selatan. Dari segi dukungan kemampuan dan karakter operasinya, SSV mirip dengan LPD. Hanya saja, SSV punya ukuran sedikit lebih kecil dari LPD, bobot nya pun juga lebih ringan. Berikut perbandingan spesifikasi antara LPD TNI AL dan SSV pesanan AL Filipina.
Dengan ukuran yang lebih kecil dari LPD, SSV dalam kondisi perang dapat membawa 120 awak kapal dan 500 personil tempur. Empat tank, empat truk, satu mobile hospital, dua jeep, dan dua helikopter juga bisa dijejalkan kedalamnya. Dalam desainnya, pada bagian haluan kapal ini dapat dilengkapi meriam reaksi cepat Bofors 57mm MK2/3.
Namun menyoal persenjataan, senjata dan sistem sensor, akan di tenderkan terpisah oleh pemerintah Filipina. SSV dalam keadaan bencana alam bisa di¬fungsikan menjadi rumah sakit terapung hingga kapal angkut bantuan. Selain mampu membawa muatan dalam jumlah besar, kemampuan berlayar SSV/LPD hingga satu bulan penuh tanpa bekal ulang, dinilai ideal untuk kondisi Filipina yang sering terkena bencana alam. Lain dari itu, SSV dipercaya dapat mempercepat deploy pasukan Marinir Filipina dalam mendukung kehadirannya di wilayah sengketa di Laut Cina Selatan.
Kemampuan PT PAL memproduksi LPD/SSV tak lain buah dari ToT (transfer of technology) dari Korea Selatan. Berawal saat pemerintah Indonesia membeli LPD dari Daesun Shipbuilding dan Daewoo International Corporation, Korea Selatan. Secara resmi kontrak pembangunan LPD diteken pada bulan Maret 2005. Pihak Korea Selatan juga memberi kesempatan alih teknologi dalam pembuatan LPD. Caranya dengan membagi dua lokasi pembuatan kapal. Dua kapal pertama, yakni KRI Makassar 590 dan KRI Surabaya 591 dibuat di galangan kapal Busan, Korea Selatan. Baru kemudian, KRI Banjarmasin 592 dan KRI Banda Aceh 593 dibuat oleh PT PAL di Surabaya. Saat ini, 35% komponen pembuatan LPD telah mampu di produksi PT PAL, sisanya, terutama untuk mesin masih di impor. (Haryo Adjie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar