Mantan anggota GAM, Din Minimi atau Nurdin bin Ismail. (VIVA.co.id/ Zulkarnaini)
Din Minimi atau Nurdin bin Ismail Amat, itulah nama asli pria yang sangat diburu oleh aparat kepolisian serta TNI. Kenapa tidak, diduga mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini diduga telah melakukan sejumlah tindak kriminal bersenjata di Aceh, termasuk menculik dan menembak mati dua personel Intel Kodim 0103 Aceh Utara hingga tewas.
Pengalaman Din Minimi mengangkat senjata bukan baru-baru ini. Sejak Aceh memberontak melawan pemerintah pusat, tahun 1997 Din Minimi memutuskan bergabung dengan GAM bergerilya di hutan wilayah Aceh Timur.
Din Minimi bisa dibilang dibesarkan dalam keluarga yang melawan Pemerintah Indonesia. Orang tuanya, Ismail, dikenal di kalangan GAM sosok yang sangat berani dalam bertempur dengan pasukan TNI dan Polri saat Aceh ditetapkan sebagai wilayah darurat militer, hingga saat ini hilang tidak diketahui di mana kuburannya.
Nurdin merupakan anak sulung empat bersaudara. Mereka berempat memutuskan ikut bergabung menjadi anggota GAM, masa konflik lalu. Adik kandungnya bernama Hamdani alias Sitong sama nasib dengan ayahnya hilang jejak tak diketahui di mana jasad diculik oleh aparat tahun 2004 lalu.
Perjuangan Din Minimi bergilya kandas pada tahun 2003, dia berhasil ditangkap oleh Kosrad 433 saat sedang belanja logistik di Pasar Blang Bideng, Kecamatan Juluk, Aceh Timur, untuk dibawa ke hutan.
Setelah perdamaian antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, Nurdin lepas tanpa syarat. Dia hidup bergaul dengan warga seperti biasa.
Sehari-hari mantan kombatan ini menghabiskan waktu bekerja sebagai operator beko di salah satu perusahaan HTI milik pengusaha lokal. Pernah juga mengadu nasibnya hingga ke Pekan Baru.
"Setelah perdamaian, Nurdin bekerja seperti orang lain, tidak ada lagi berhubungan dengan angkat senjata," kata mantan kombatan GAM yang teman dekat ayah Din Minimi, Fahkruddin alias Robot, kepada VIVA.co.id, Kamis 16 April 2015.
Di Aceh Timur, Din Minimi mendapat banyak simpati, karena sikapnya yang ramah dan mudah bergaul dengan kalangan muda-tua, sehingga mudah bermain-main di tengah-tengah masyarakat.
Gerakan Din Minimi hanya melawan Pemerintah Aceh yang dipimpin oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dan wakil Muzakkir Manaf, mendapat dukungan dari masyarakat dan mantan kombatan GAM yang kecewa. Menurutnya, Pemerintah Aceh gagal untuk memenuhi janji kesepakatan perdamaian untuk menjamin kesejahteraan sosial masyarakat Aceh.
"Dia (Din Minimi) melawan Gubernur Aceh dan wakilnya. Ini bentuk protes sebagai mantan GAM yang memperjuangkan keadilan untuk masyarakat Aceh dan mantan GAM," ujar Fahkruddin yang juga mantan Wakil Panglima Sagoe wilayah Kecamatan Juluk, Aceh Timur.
Pria yang hanya duduk di bangku sekolah sampai kelas 3 SD ini, berjuang menuntut keadilan dari Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf mulai tahun 2013, setahun setelah tampuk kepemimpinan Aceh direbut oleh dua mantan petinggi GAM ini dalam Pilkada 2012 lalu, belum juga terealisasi butir-butir perjanjian untuk meningkatkan kesejahteraan.
"Mereka hanya melawan Pemerintah Aceh, bukan melawan TNI dan Polri di Aceh, menuntut keadilan untuk para kombatan dan rakyat Aceh, tidak ada urusan dengan TNI dan polisi," kata Safaruddin, pengacara Nurdin saat dijumpai VIVA.co.id, di Banda Aceh.
Sebelum berniat mengangkat senjata melawan bekas petinggi kombatan GAM itu, Din Minimi sudah pernah menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah Aceh, namun itu tidak mendapat respons yang memuaskan.
"Sudah pernah disampaikan kepada gubernur dan wakil gubernur, tapi tidak ada respons, sehingga dia harus melawan dengan mengangkat senjata," sambung Safaruddin.
Masih banyak mantan kombatan yang yang nasibnya seperi Din Minimi dan mendukung gerakan yang dilakukan oleh Nurdin itu.
"Mereka ini seperti rumput kering, satu terbakar yang lain juga terbakar, artinya akan banyak yang mendukung gerakan Din Minimi memperjuangkan nasib mereka dan korban konflik yang belum tersentuh bantuan," ujar Safaruddin.
Din Minimi salah satu kader Partai Aceh yang ikut berkampanye untuk memenangkan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf saat Pemilihan Kepala Daerah 2012 lalu, termasuk tim sukses Bupati Aceh Timur Hasballah Bin M Thaib dan Wakil Bupati Syahrul Bin Syama’un yang diusung oleh Partai Aceh.
"Saya bekerja keras untuk memenangkan mereka, supaya mereka memperhatikan mantan kombatan dan korban konflik di Aceh dan rakyat Aceh, tapi setelah itu mereka tidak peduli sama sekali, hanya memperkaya diri," kata Din Minimi.
Din Minimi menaruh harapan yang sangat besar kepada pemimpin Aceh yang dibesarkan oleh Partai Aceh, "Banyak janji mereka dalam kampanye tidak dipenuhi, ini yang perjuangkan," tambah Din Minimi.
Kini Din Minimi menjadi borun aparat keamanan, karena diduga telah melakukan sejumlah kriminal di Provinsi Aceh, termasuk menembak dua anggota TNI di Aceh Utara. Dia membantah keterlibatan dirinya dalam kasus penembekan itu.
"Musuh saya bukan TNI dan Polisi, tapi Gubernur Zaini Abdullah dan Wakilnya Muzakkir Manaf, mereka harus bertanggung jawab kepada rakyat Aceh, janji harus dipenuhi seperti yang disebutkan dalam perjanjian damai dengan Pemerintah Indonesia," katanya.
Din Minimi juga membantah klaim Kapolda Aceh yang menyebutkan 13 orang telah ditangkap sebagai anak buahnya.
"Saya tidak ada anak buah yang bersenjata. Mereka bukan anak buah saya. Semua masyarakat yang mendukung saya itulah anak buah saya," tambahnya lagi.
Dia mengakui, kelompoknya pernah terlibat dalam aksi kriminal bersenjata api di Aceh Timur seperti penculikan warga negara Skotlandia pada Juni 2013, perampokan mobil PT CPM pelaksana pemasangan pipa gas di Aceh Timur.
"Ini saya lakukan karena warga sekitar tidak dipekerjakan pada perusahaan itu. Harapan masyarakat Aceh kehadiran perusahaan-perusahaan itu membuka kesempatan kerja," katanya.
Din Minimi mengaku, dia berjuang sendiri untuk menuntut keadilan dari Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Zaini Abdullah dan wakilnya Muzakir Manaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar