Sabtu, 07 Februari 2015

Nasib Kilo Class Tak Menentu, Kapal Selam Negeri Ginseng Siap Meluncur

INS-Sindhuvijay-Kilo-Class-Submarine-Indian-Navy-01[3]
Dengan latar kerinduan menggebu pada kejayaan militer Indonesia di dekade 60-an, di mana saat itu Indonesia tak terbantahkan menyandang sebagai negara dengan militer terkuat di belahan Asia Selatan, membuat banyak kalangan di Tanah Air bekalangan eforia pada peralatan militer buatan Eropa Timur, khususnya asal Rusia. Segala yang ‘berbau’ Rusia begitu diagungkan. Tidak ada yang keliru dengan perspektif tersebut, pasalnya memang banyak produk alutsista besutan Rusia yang memang mumpuni, bandel dan mampu memberi efek getar.
Alutsista asal Rusia yang terkini dalam etalase TNI seperti tank amfibi lawas PT-76, BTR-50, dan yang terbaru IFV (Infantry Fighting Vehicle) BMP-3F kepunyaan Korps Marinir TNI AL. Di matra udara ada armada Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker. Sementara untuk mengisi kebutuhan siluman bawah laut, sejak beberapa tahun lalu sudah digadang Kilo Class, kapal selam diesel listrik konvensional rancangan Tsentralnoye Konstruktorskoye Byuro (Central Design Bureau) Rubin. Ada lagi berita paling hangat yakni sosok pesawat tempur pengganti F-5 E/F Tiger II yang segera masuk masa pensiun, animo publik dari beragam forum menyerukan agar pemerintah membeli Su-35.
Lepas dari soal kualitas alat tempur yang ditawarkan Rusia, terasa ada aroma dan argumen yang unik dari publik terkait kualitas alat perang Rusia. Karena di dorong semangat dan kerinduaan saat Indonesia di bawah sokongan alat perang Rusia, plus berkembangnya sentimen anti AS dan negara-negara Eropa Barat yang kebanyakan anggota NATO, sontak memunculkan dukungan “yang penting buatan Rusia pasti lebih hebat, lebih canggih dan bisa memberi efek deteren maksimal bagi Indonesia.”
Dalam tulisan ini, kami tidak mengulas dan membandingkan spesifikasi antara buatan AS/Barat dan Rusia. Ambil contoh parade rudal dari Rusia yang dibeli TNI AU untuk jet Sukhoi, ada rudal R-73, Kh-29TE, Vympel R-27, dan Kh-31P. Secara politis, rudal-rudal itu mampu memberi efek getar, termasuk jet Sukhoi. Spesifikasi boleh mumpuni, harga jual juga bisa bersaing, tapi ada yang minus, kebanyakan alutsista yang ditawarkan Rusia belum battle proven, alias minim di uji cobakan dalam operasi militer. Di luar itu, masih banyak pertimbangan terkait biaya operasional, biaya perawatan yang juga belum tentu sebanding dengan ‘pencitraan’ dari senjata yang ditampilkan. Terlebih lagi, bagaimana dengan ToT (Transfer of Technolgy) dalam pengadaan alutsista, mengingat pemerintah mewajibkan adanya ToT untuk tiap pembelian alutsista dari luar negeri.
Setelah melewat polemik dan tarik ulur yang lumayan panjang, akhirnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI memutuskan untuk membeli tiga unit kapal selam dari Korea Selatan
Kilo Clas Terbentur Harga dan ToT
Setelah melewat polemik dan tarik ulur yang lumayan panjang, akhirnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI memutuskan untuk membeli tiga unit kapal selam dari Korea Selatan (Korsel) daripada membeli dari Rusia. Alasan utama yang diungkap terkait harga dan urusan alih teknologi (ToT).
Rusia memang menawarkan kredit negara sebesar 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 90 triliun. Hingga kini, Indonesia baru menggunakan kredit tersebut sekitar 200 juta dolar AS untuk pembelian jet Sukhoi dan alutsista pendukung lainnya. Adapun 700 juta dolar AS lebih itu, kata dia, diarahkan pemerintah Rusia untuk dimanfaatkan Indonesia agar membeli dua unit kapal selam dari mereka. Namun lantaran harga tender yang ditawarkan Rusia tidak sesuai kebutuhan TNI AL, maka pemerintah tidak memanfaatkan sisa kredit tersebut. Sementara Korsel dalam tender menawarkan kontraknya sekitar 1,1 miliar dolar AS untuk tiga unit kapal selam.
Kilo class, inilah kapal selam idaman untuk TNI AL
Kilo class, inilah kapal selam idaman untuk TNI AL
Changbogo class, 3 unit akan memperkuat TNI AL
Changbogo class, 3 unit akan memperkuat TNI AL

Akhirnya di dapat kesepakatan Kemenhan untuk membeli kapal selam Changbogo Class buatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Kapal selam bertenaga diesel itu masing-masing berbobot 1.400 ton dengan panjang 61,3 meter. Selain paket harga, pihak Korea Selatan menawarkan paket ToT, dan itu salah satu keunggulan mengapa Indonesia memilih Korsel. Dalam skema ToT, direncanakan 1 dari 3 unit Kapal Selam tersebut akan di bangun di Indonesia, dan 2 unit lainnya di Korea Selatan. Namun ketiga unit Kapal Selam ini baru akan datang di tahun 2016-2018 mendatang.
Melihat pihak Korsel yang mampu menawarkan ToT, pemerintah Rusia pun tak tinggal dia, mereka juga menyatakan akan memberi iming-iming ToT, tapi sayangnya belum ada penjelasan seperti apa pola ToT yang ditawarkan Rusia. Maklum, selama ini Rusia agak ketat untuk urusan ToT, sebut saja pembelian armada Sukhoi TNI AU yang juga tak menyertakan skema ToT.
Update berita terbaru, akhirnya Rusia menawarkan skema offset. Rusia juga menyatakan kesiapannya pelaksanaan ToT untuk setiap alutsista TNI yang dibeli dari Rusia, mengadakan joint production untuk berbagai suku cadang alutsista TNI yang dibeli dari mereka serta mendirikanservice center di Indonesia. Semua dengan catatan Indonesia membeli produksi alutsista dari Rusia.

Kilo Class dan Persoalan Teknis
Ada pernyataan yang menarik dari mantan Dubes RI untuk Rusia, Hamid Awaludin dalam acara talk show “Apa Kabar Indonesia” di TVOne menjelang 5 Oktober 2013. Ia menyebutkan, proses pengadaan kapal selam dari Rusia mengalami beberapa tantangan, seperti TNI AL harus menyiapkan fasilitas dermaga kapal selam yang lebih besar, mengingat Kilo Class punya dimensi yang lebih besar ketimbang Type 209. Belum lagi penyiapan keperluan logistik dan pelatihan awak, yang kesemuanya mengakibatkan biaya membengkak. Lain halnya, dengan rencana kedatangan Changbogo Class dari Korea Selatan, dengan dimensi yang tak beda jauh dengan kapal selam TNI AL saat ini Type 209, maka TNI AL dipercaya tidak memerlukan modifikasi dan upgrade pada fasilitas pendukung.
Klub loading to Kilo

Kilo Class Bekas Pun Batal
Mungkin karena banyak desakan untuk bisa mendatangkan kapal selam Kilo Class, karena di targetkan TNI AL idealnya punya 12 unit kapal selam, maka tak dapat membeli yang baru, Kemenhan dan TNI AL pun mulai melirik tawaran Kilo Class second.
“Kita sudah melihat ke Rusia. Ada dua kapal selam jenis Kilo Class yang sudah dua tahun tidak digunakan Angkatan Laut Rusia,” kata mantan KSAL Laksamana TNI Marsetio. Menurut Marsetio, dari luar, dua kapal selam milik Rusia itu memang tampak bagus. Namun di dalam ternyata banyak peralatan yang sudah rusak. Apalagi, dua kapal itu sudah dua tahun dikandangkan. Ketika berada di Rusia, tim dari TNI AL juga melihat kapal selam Kilo Class yang baru. Namun mahalnya harga yang ditawarkan menjadikan rencana pembelian kapal selam jenis ini urung dilakukan. (Haryo Adjie)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar